TAGANA tidak akan pernah lupa dengan tugasnya sebagai satuan tugas khusus dalam penanggulangan bencana, walupun siang ataupun malam tidak pernah ada beda dalam membantu sesama dengan tujuan mengabdi kepada bangsa dan negara yang berlandaskan PANCASILA. Majulah terus saudara-saudaraku dan kobarkan api semangatmu.......!!!

Senin, 25 Juli 2011

Jasad Sugianto, Pemuda Terjun di Sungai Rolak Ditemukan



Surabaya - Kerja keras tim SAR gabungan dari Tagana Surabaya, Bakesbang Linmas Surabaya, Brimob, PMI, serta SAR Surabaya akhirnya membuahkan hasil. Jasad M Yusuf Sugianto (20), korban bunuh diri di Sungai Rolak akhirnya dapat ditemukan.

Jasad Sugianto ditemukan sekitar pukul 11.00 WIB, Minggu (15/5/2011) dalam keadaan mengambang di sungai, tepatnya 100 meter dari pintu air Sungai Rolak.

Menurut Candra, koordinator TIm SAR gabungan, jasad korban pertama kali diketahui oleh salah satu petugas SAR yang melihat kepala dari Sugianto mengambang. "Kami melihat kepala korban mengambang, segera saja kami angkat dia," ujar candra.

Sambil menaiki perahu karet, tim SAR gabungan menarik jasad Sugianto dengan tali dan kemudian dimasukkan ke kantong mayat untuk dibawa ke pinggir sungai.

Saat ditemukan, pria asal Kediri ini memakai baju warna hijau dipadu dengan celana jeans warna biru gelap dengan kondisi wajah pucat. Kiki, kakak korban juga mengaku bahwa jasad pria tersbut adalah adiknya yang kemarin diduga bunuh diri dengan terjun ke sungai rolak.

"Tadi kakaknya sempat kesini dan mengiyakan bahwa jasad tersebut adalah Sugianto," tambah Candra kepada wartawan.

Saat ini jasad Yusuf dievakuasi ke kamar mayat RSUD Dr Soetomo untuk diotopsi.

M Yusuf Sugiarto (20), cleaning service di Royal Plaza ini nekat mengakhiri hidupnya dengan cara terjun ke Sungai Rolak Wonokromo pukul 02.30 WIB, Sabtu (14/5/2011) kemarin. Diduga korban putus asa, karena diputus oleh pacarnya.

Sumber : http://us.surabaya.detik.com

Minggu, 05 Desember 2010

Jalur Muntilan-Yogyakarta Kembali Dibuka

Jalur Muntilan yang menghubungkan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan Daerah Istimewa Yogyakarta kembali dibuka Ahad (5/12) sore. Jalur itu sempat ditutup setelah banjir lahar dingin susulan melewati sejumlah jembatan sungai.
Pejabat pemerintah setempat Eko Triyono mengatakan banjir lahar dingin yang terjadi sekitar pukul 12.30 WIB membawa bebatuan, pasir dan material vulkanik lain. Akibatnya jembatan Gempol yang terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, tertimbun pasir hingga mencapai 50 Sentimeter.
Hujan cukup deras turun di kawasan barat daya puncak Gunung Merapi, Ahad (5/12) sekitar pukul 12.30 hingga pukul 14.00 WIB, mengakibatkan banjir lahar dingin di sejumlah alur sungai.
Eko menambahkan, untuk mengatasi limpahan material itu, Pemda Magelang menurunkan tiga alat berat untuk mengeruk pasir. Usai pengerukan di atas jembatan, arus lalu lintas secara bertahap dibuka. Pengendara sepeda motor diperbolehkan petugas melintas secara dan mulai pukul 15.30 WIB pengendara mobil diperbolehkan melewati jembatan itu berantrean.

Sumber: Liputan6.com

Minggu, 07 November 2010

Bola Api Merah Muncul di Puncak Merapi


Setelah suara gemuruh yang tiada henti dan guyuran hujan deras, lereng Merapi kini dihujani krikil.
Batu berukuran kecil itu menghujam seputar lereng Merapi setelah sebelumnya terdengar gemuruh kencang. Hujan krikil terjadi sekitar pukul 00.45 WIB, Jumat 5 November 2010.
Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief mengiformasikan kondisi terakhir di Merapi tersebut lewat akun twitternya.
Informasi yang didapat Andi dari dosen Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito menyebutkan, selain hujan krikil, hujan abu yang sangat deras juga terjadi sampai wilayah Ngaglik. Diinformasikan pula, saat dentuman keras terjadi sempat terlihat bola api merah di pucuk Merapi.
Sementara BPPTK meminta masyarakat tidak panik dan dan terpengaruh dengan isu yang beredar mengatasnamakan instansi tertentu mengenai aktivitas Gunung Merapi dan tetap mengikuti arahan dari pemerintah daerah setempat yang selalu berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
BPPTK juga memastikan tidak ada aktivitas penduduk di daerah rawan bencana III, khususnya yang bermukim di sekitar alur sungai (ancaman bahaya awanpanas dan lahar) yang berhulu di Gunung Merapi sektor Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Baratlaut dalam jarak 15 km dari puncak Gunung Merapi meliputi, Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Bebeng, Kali Krasak, dan Kali Senowo.

Sumber: VIVAnews

Rabu, 03 November 2010

Jarak Aman Merapi Digeser Menjadi 15 Km


Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono mengatakan jarak aman dari Gunung Merapi digeser dari 10 kilometer menjadi 15 kilometer, menyusul letusan gunung teraktif itu selama satu jam tanpa berhenti.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk menggeser jarak aman dari Gunung Merapi sejauh 15 km agar bisa meminimalkan korban," kata Surono di Yogyakarta, Rabu.
Gunung yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut mulai pukul 14.27 WIB hingga 16.09 WIB mengeluarkan awan panas tanpa henti. " Hal ini belum pernah terjadi luncuran awan panas selama satu jam tanpa henti," katanya.
Akibat letusan awan panas yang terus menerus selama satu jam itu, warga yang sebelumnya berada di tempat aman mengungsi ke tempat yang lebih jauh.
Seismograf di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta, Rabu, mencatat awan panas dari Gunung Merapi meluncur selama satu jam 15 menit tanpa henti yang merupakan awan panas dengan durasi terlama yang pernah terjadi saat erupsi Merapi.
Berdasarkan catatan dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, awan panas tersebut mulai terjadi sekitar pukul 14.37 WIB dan hingga berita diturunkan, seismograf di BPPTK masih terus merekam luncuran awan panas dan seluruh rekaman menunjukkan "over scale".
Sebelum muncul awan panas dengan durasi cukup lama tersebut, aktivitas Gunung Merapi mengalami peningkatan sejak pukul 00.00-12.00 WIB yaitu terjadi 38 kali luncuran awan panas.
Sejak pukul 11.12 WIB, luncuran awan panas semakin sering terjadi dengan jarak antar awan panas cukup rapat.
Seluruh petugas di pos pengamatan Gunung Merapi telah diminta meninggalkan lokasi pengamatan agar terhindar dari bahaya awan panas Merapi.
Petugas di lapangan dan juga di BPPTK yang memantau Gunung Merapi menggunakan kamera CCTV yang ditempatkan di Pos Plawangan belum dapat memastikan arah luncuran awan panas karena kondisi cuaca berkabut, hujan dan angin cukup kencang.
Kepala BPPTK Yogyakarta Subandriyo mengatakan bahwa durasi awan panas tersebut lebih lama dibanding awan panas yang keluar saat erupsi eksplosif Merapi pada 26 Oktober yaitu selama 33 menit tanpa henti.
Masyarakat tetap diminta untuk berada di luar radius 10 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi dan tidak beraktivitas di badan-badan sungai yang memiliki hulu di Merapi.

Sumber: Antara

Rabu, 27 Oktober 2010

Dusun Mbah Marijan Hancur Luluh

Hujan abu dari Gunung Merapi yang terjadi tadi malam menyapu habis seluruh dusun Kinahrejo, desa Umbul Harjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Desa yang menjadi tempat tinggal Mbah marijan itu luluh lantak, tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan.

Tim Liputan6 SCTV yang Rabu pagi (27/10) mencoba menyusuri dusun ini, menemukan seluruh bangunan rumah penduduk hancur, hewan-hewan mati, tanaman-tanaman hangus. Udara terasa panas. Debu di jalanan setebal 10 cm yang terinjak kakipun masih terasa hangat.

Menurut informasi, kuatnya sapuan abu dan awan panas menyebabkan rumah Mbah Marijan, sang juru kunci Gunung Merapi itu, hancur dan bergeser posisinya. Sedikitnya sepuluh orang ditemukan tewas di sekitar rumah itu.

Tim evakuasi yang terdiri dari aparat Polri, TNI, Satkrolak dan para relawan masih terus menyusuri dusun, menyisir rumah demi rumah yang hancur, untuk mencari jenazah korban. Diperkirakan masih ada puluhan jenazah yang tertimbun abu panas Gunung Merapi.

Seorang anggota satkorlak menyebutkan, sampai pukul 24:00 Selasa malam, sedikitnya ada 14 jenazah yang ditemukan, dan Rabu pagi tadi ada 2 jenazah lagi ditemukan.

Kondisi yang sama juga terlihat di desa Kali Adem. Desa ini juga luluh lantak terbakar abu vulkanik Merapi. Pemandangan yang ada adalah rumah-rumah yang hancur, hewan ternak yang mati dan pepohonan yang hangus.

Di Kali Adem, ketebalan abu mencapai 20 cm. Untungnya seluruh warga desa Kali Adem sudah diungsikan sebelum Wedhus Gembel--sebutan untuk abu panas Gunung Merapi--menyerbu tadi malam.

Bencana ini tampaknya belum selesai. Hujan abu sampai pagi ini masih turun. Ada kemungkinan awan panas akan turun kembali mengingat sampai saat ini belum muncul titik api.

Sumber: Liputan6.com

Sabtu, 23 Oktober 2010

Merapi Kian Berbahaya, Monyet Mulai Turun Gunung


Kondisi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang Jateng hingga Sabtu dilaporkan semakin membahayakan. Hal itu ditandai dengan aktivitas vulkanik yang meningkat tajam, baik seismik maupun deformasi atau percepatan pertumbuhan kubah. Selain itu juga terjadi erupsi yang tidak lazim. Ratusan kera juga sudah mulai turun ke sejumlah desa di lereng gunung paling aktif di Indonesia tersebut .

Menurut Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Drs Subandrio MSi, kondisi Merapi berubah sangat cepat dan menuju kritis letusan. Meski aktivitas gunung itu meningkat tajam, perubahan tersebut tidak disertai gejala yang tampak di permukaan.

Disebutkan , gejala yang muncul saat ini mirip dengan tanda-tanda saat Merapi akan mengalami erupsi pada 1997. Frekuensi kegempaan meningkat. Gempa vulkanik dalam terjadi sampai 50 kali perhari, sedangkan gempa multiphase 479 kali. Energi gempa semakin kuat,sehingga getarannya dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Pihak BPPTK juga mengimbau agar pemerintah daerah yang memiliki wilayah di kawasan Merapi perlu mengambil berbagai langkah antisipatif terhadap ancaman letusan. Antara lain, terus mengintensifkan kesiapan evakuasi dan keperluan lain dalam upaya penyelamatan warga.
BPPTK Yogyakarta juga melarang warga melakukan aktivitas di 11 sungai di tiga kabupaten yang berhulu di Gunung Merapi. Larangan itu mulai berlaku Jumat (22/10) pukul 18.00 berbarengan dengan peningkatan status Merapi dari waspada menjadi siaga.

Meski kondisi Merapi semakin kritis ,tetapipendudukyang tinggal di daerah rawan bencana hingga kini masih tetap nekat bertahan di desa sambil melakukan aktivitas seperti biasanya Warga sepertinya tidak terpengaruh oleh peringatan yang dikeluarkan pihak BPPTK Yogyakarta .

Bahkan aktivitas penambangan pasir juga masih terus berlangsung . Aktivitas penambang di Desa Keningar dan Mangunsoko (Kecamatan Dukun), serta Desa Mranggen dan Desa Kemiren (Kecamatan Srumbung)Kabupaten magelang juga masih berlangsung. Sejumlah truk hilir mudik membawa pasir. Demikian pula penambangan di Kali Gendol. Ratusan truk menyusuri sungai kering untuk mencari lokasi yang pas untuk mengeruk pasir .

Sementara itu ratusan kera dilaporkan juga mulai menyerbu sejumlah desa di lereng Merapi dengan semakin meningkatnya kondisi Merapi.

Sumber: Semarang (Pos Kota)

Sabtu, 16 Oktober 2010

Hujan Es Rusak Ratusan Hektare Tanaman Sayur Pagaralam

Hujan es menimpa daerah Pagaralam, Sumtera Selatan (Sumsel), beberapa waktu lalu menimbulkan kerusakan terhadap ratusan hektare tanaman sayuran di Kelurahan Agung Lawangan, Bumiagung dan Tegurwangi, Kecamatan Dempo Utara.
Dari pengamatan Ahad (17/10), kondisi tanaman sayuran terdiri dari kubis, sawi, cabai, dan seledri tersebut daunnya menguning dan bila tidak segera dipanen akan membusuk setelah itu mati. Sementara, untuk tanaman cabai buah yang masih berupa putik langsung gugur termasuk bunganya.
Menurut Muhyar warga setempat, beberapa pekan lalu di daerah Kernjing dan Gunung Agung sering disiram hujan es sehingga suhu juga bertambah dingin akibatnya cukup mempengaruhi kondisi tanaman sayur sehingga mudah rusak. Padahal, sayur itu tinggal menunggu waktu panen.
"Hujan yang terkadang disertai butiran es berupa butiran salju sebesar jari jempol tangan dan ibu jari kaki, hal ini bila mengenai daun sayur akan membusuk apalagi setelah hujan langsung terkena panas matahari, tidak datang hujan susulan," ungkap Muhyar.
Kalau tanaman sawi, kata Muhyar, setelah mengalami hujan es kemudian disusul dengan panas matahari kondisi sayuran tersebut langsung layu dan menguning. "Sehingga sayur yang seharusnya masa penen sekitar 1 bulan lagi terpaksa langsung di panen, hal ini mempengaruhi harga karena kualitas berkurang," jelasnya.
Senada diungkapkan, Dun (27 tahun) petani Dusun Langor dan Janang. Dia mengatakan, sebetulnya meskipun hujan es keadaan sayur tidak akan rusak bila disusul dengan hujan. Tetapi kalau daun sayuran terkena hujan es setelah itu terkena panas matahari keadaannya langsung layu. Saat ini yang cukup terlihat pengaruhnya untuk tanaman kobis, cabai, dan sawi. Kondisi daunya menguning timbul kehitam-hitaman setelah beberapa hari membusuk.
"Sebagai antisipasi terpaksa melakukan panen lebih awal kalau sudah memasuki masa panen, tapi kalau baru ditanam terpaksa dicabuti kembali dan ditanam baru," kata dia.
Dun mengatakan, ada beberapa daerah yang kondisinya cukup parah khususnya di Dusun Gunung Agung dan Kerinjing Kelurahan Agung Lawangan. Daerah ini memang suhunya cukup dingin sekitar 10-12 derajat celcius, kemudian sering terjadi hujan es meskipun tidak tentu waktunya.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Hultikultura, Kota Pagaralam, Jumaldi Jani, mengatakan, memang ada beberapa daerah yang sering mengalami hujan abu dan hujan es, apalagi daerah yang berada di kaki Gunung Merapi Dempo terutama di Dusun Kerinjing dan Gunung Agung, Kecamatan Dempo Utara. ''Tapi saat ini kalaupun banyak petani yang gagal panen lebih disebabkan tingginya curah hujan ditambah lagi jika ada hujan es dan abu,'' jelasnya.

Sumber: antara-REPUBLIKA.CO.ID